Seperti yang dilansir dari Antaranews.com, Din menjelaskan bahwa metode rukyat dan hilal untuk menentukan puasa dan lebaran sama kuat dalilnya. Hal ini diungkapkannya seusai menghadiri Konferensi Pers Pimpinan Ormas Lembaga Islam di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin. Muhammadiyah menghormati perbedaan pemahaman di antara organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia.
Din juga mengatakan bahwa perbedaan tersebut wajar terjadi mengingat ada sekitar 60 ormas Islam di Indonesia belum termasuk sayap organisasi yang terafiliasi. Selain itu Din menjelaskan perbedaan penentuan awal puasa dan hari lebaran itu terkait perihal fiqh (cara peribadahan) dan tidak menyentuh ranah aqidah. Sehingga sedikit perbedaan pemahaman tersebut seharusnya tidak perlu menjadi hal untuk saling berselisih.
Din menegaskan selama ini Muhammadiyah tidak pernah ada konflik dengan individu atau ormas lain terkait perbedaan pandangan dalam penentuan awal puasa dan lebaran Idul Fitri. Ia meyakinkan bahwa mereka bisa memberi kesaksian tidak ada konflik di antara internal Muhammadiyah. Musyawarah merupakan hal yang baik diantaranya untuk menghindari perselisihan yang bisa saja terjadi.
Din meminta golongan selain Muhammadiyah yang berbeda pandangan mengenai penentuan hari puasa dan lebaran untuk menghormati keputusan mereka. Meski demikian, dia mengatakan, Muhammadiyah tidak akan mewakilkan delegasinya dalam forum Sidang Isbat Kementerian Agama pada petang hari sebagaimana tahun lalu.
Pihak Muhammadiyah menyadari, sidang tersebut tidak mengakomodir pendapat peserta musyawarah. Hasil sidang sudah dapat dipastikan hanya sesuai kemauan pemerintah saja tanpa mendengarkan saran dan masukan dari Muhammadiyah, demikian ungkap Din.