“Itu memang ada undang-undangnya, sebagai pahlawan nasional harus dikenang dan dilestarikan nilai-nilai kepahlawanannya. Negara lain tidak boleh intervensi karena itu kebijakan kita,” jelas Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial Hartono Laras di Jakarta, Rabu.
Dijelaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan mengamanatkan disamping memberi gelar terhadap pengorbanan para pahlawan nasional yang luar biasa, salah satu upaya menghargai nilai-nilai kepahlawanan dengan mengabadikan nama mereka di tempat publik seperti nama jalan maupun bangunan.
Oleh sebab itu, Kementerian Sosial berwenang mengusulkan nama-nama pahlawan nasional yang telah melalui proses penyeleksian dari usulan di daerah.
Setelah memenuhi syarat sebagai pahlawan nasional, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan mengusulkan kepada presiden yang akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional.
Seperti yang dikabarkan sebelumnya, TNI Angkatan Laut menamai sebuah kapal perang dengan nama KRI Usman Harun demi mengenang Djanatin alias Osman dan Harun Bin Said yang dieksekusi di Singapura karena melakukan misi negara pada 17 Oktober 1968.
Melalui Surat Keputusan Presiden RI No.50/TK/1968 pada 17 Oktober 1968, Pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar pahlawan nasional atas jasa-jasa mereka dan dimakamkan di TMPN Utama Kalibata.