Program “Masih Pagi-Pagi” di 89.6 FM I-Radio Jakarta, Rabu [23/3] kemarin, dalam sajian “Jakarta Menjawab”, kali ini membahas tema “Krisis Air Bersih di Jakarta” dengan menghadirkan Dedi Krusfian sebagai Kepala Bidang Air Bawah Tanah di Dinas Tata Air Jakarta.
Apa saja pertanyaan yang dijawab Bapak Dedi? Berikut tanya-jawabnya.
Apakah benar Jakarta krisis air bersih?
“Ya, memang krisis air bersih, terutama untuk Jakarta utara dan sebagian Jakarta barat seperti Cengkareng, Kamal muara, dan penjaringan. Sedangkan untuk Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur masih aman.”
“62,5% air yang di Jakarta diolah dari waduk Jatiluhur. Di Jakarta sendiri air bersih hanya mampu melayani 3,32%, sisanya dari luar Jakarta. Secara keseluruhan konsumsi air bersih di Ibukota mencapai 60%.”
“Sedangkan, kualitas air tanah di Jakarta tidak memenuhi kualitas untuk dikonsumsi atau di bawah standar air minum karena terdapat kandungan senyawa garam, besi, yang tinggi terutama bagian Utara Jakarta. Secara umum dalam kondisi tidak baik. Jakarta Utara dan Jakarta barat juga airnya mengandung Natrium Klorida [NACL] atau garam, karena ada resapan air laut.”
Penyebab kualitas air Jakarta buruk?
“Pembuangan sampah rumah tangga seperti limbah cair dari deterjen, sabun, sisa mandi mck, sampah organik, serta dari limbah industri yang memengaruhi kualitas air Jakarta buruk. Juga karena pengurangan lahan hijau akibat bangunan seperti real estate, mall, sehingga kurangnya daerah resapan air.
Sebetulnya definisi air baku seperti apa?
“Air baku adalah pengganti air tanah yang selama ini kita pakai, seperti untuk mandi. Maka dari itu disarankan setiap rumah membuat sumber resapan untuk menampung air hujan supaya menjadi pengganti air tanah yang kita ambil, agar selalu ada agar tidak kering. Sedangkan di gedung perkantoran atau mall, diwajibkan membuat sumber resapan.”
“Kalau untuk rumah dianjurkan harus memakai air PAM. Namun PAM saat ini baru mencakup 60% saja di wilayah Ibukota. Di sisi lain, Jakarta sudah mengalami penurunan tanah karena warganya memakai air tanah secara sesuka hati.”
Bagaimana kualitas air tanah di Jakarta?
“Secara umum, sebetulnya tidak layak karena kandungan senyawa garam, zat besi dan juga lainnya sangat tinggi, serta berada di bawah baku mutu.”
Berapa liter kebutuhan air bersih di Jakarta?
“Untuk Jakarta 26.100 liter per-detik, tapi saat ini baru mencapai 17.000 liter per-detik.”
Program apa dari pemerintah ke depannya?
“Progam dengan memakai teknologi Reverse Osmosis [RO]. Teknologi tersebut dalam waktu dekat akan dibangun untuk Kepulauan Seribu agar air laut di sana bisa diubah menjadi air minum dan sebagainya. Ada 8 pulau yang akan memakai RO yaitu Pulau Kelapa, Pulau Tidung, Pulau Kelapa Dua, Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Sebira, Pulau Lancang Besar, dan Pulau Payung. Air olahan RO ini bisa langsung diminum.”
Apa yang harus dilakukan warga Jakarta agar air di Ibukota tidak tambah buruk?
“Untuk masyarakat Jakarta, masalah pembuangan air limbahnya, seharusnya ke Instalasi Pengolahan Air Limbah [IPAL]. Namun setidaknya, jangan membuang sampah di sungai, lalu perbanyak sumber serapan di setiap rumah, dan untuk apartemen di Ibukota dianjurkan tidak mengambil air tanah dan dibolehkan hanya memakai air PAM saja.”
“Tidak hanya itu, setiap rumah seharusnya banyak menanam pohon agar menyerap air hujan, supaya kualitas air baku itu cukup baik.”
I-Listeners, tungguin lagi di Rabu depan, untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang ada di Jakarta, Â dalam program “Masih Pagi-Pagi” bersama Sandy Andarusman dan Ayumi Astriani, di sesi “Jakarta Menjawab”, pukul 08.00 – 09.00 WIB. [teks Rashed Hannan | foto womenpla.net]