Satu Jam Bersama Iwan Fals

1193
0

Beberapa waktu lalu, tim I-Radio berkunjung ke kediaman Iwan Fals di Depok. Dan bukan disengaja, saat itu juga ada band Noah yang sedang main di sana. Jadilah program Satu Jam Bersama Iwan Fals menjadi plus Noah di sampingnya.

Bersama Ian Saybani, program Satu Jam Bersama dipandu. Kini topik yang hangat tentang Virgiawan Listanto [nama lengkap Iwan Fals] adalah mengenai album barunya ‘Satu’ yang dikerjakan bareng bersama 4 band populer tanah air, Noah, D’Masih, Geisha, dan Nidji.

Berikut ringkasan Satu Jam Bersama Iwan Fals itu?

Ide awal album kolaborasi ini dari mana?
“Ide awal datang dari saya yang langsung direspon Musica. Ini sebuah kerinduan akan tipe album yang sama di 2003 lalu ‘In Collaboration With’.”

Lama waktu pembuatannya?
“Kalau dari persiapan itu sekitar 2 tahunan. Dan untuk detilnya sekitar 3 bulanan.”

Puas dengan hasilnya?
“Alhamdulillah, apa yang saya bayangkan waktu ketemu sama teman-teman yang lain begitu di-mixing jadi, ya seperti itulah. Tapi ada yang meleset, lagu ‘Wakil Rakyat’ jadi nggak ada, karena waktu jadi nggak keburu.”

Noah, ketika pertama kali ditawarin apa rasanya?
Ariel: “Pada tahun 2003 pernah ada ‘In Collaboration With’, cuma kita pada saat itu baru meniti karir. Itu baru album pertama. Pas ditawarin ini, wah ternyata masih ada kesempatan lagi. Dan dari dulu, punya satu lagu yang kayanya pas banget dibawain sama bang Iwan, dan kayanya bisa kejadian nih. Karena ada beberapa hal di musik yang ingin kita kerjain, tapi kalau dikerjain sendiri kaya kurang gitu.”

Benang merah dari album ‘Satu’ ini?
“Cinta, apapun yang mau diomongin pada dasarnya tentang kerinduan cinta. Ngomongin soal politik, soal sosial media dan lain-lain.”

Perbedaan apa yang ditemukan dari masing-masing musisi dalam album ini?
“Yang pertama Musica luar biasa, karena bekerjasama dengan band-band yang punya warna masing-masing. Kalau ditanya apa sih bedanya? Secara ringkas, kaya Giring, responsif banget, kalau ngomong ‘beb beb beb…‘. Terus Momo Geisha, energinya luar biasa, kaya nggak cape-cape dia.”

“Lalu Ryan, saya nggak bikin lagu bareng sama dia, dia lagu yang sudah jadi. Tapi yang terasa. pas lagu saya digarap sama D’Masiv, itu ada part yang beda. Dia cukup keras mempertahankan prinsipnya itu. Akhirnya vokalnya Ryan nggak dipakai sama Lilly [Steve Lillywhite produser album ‘Satu’] karena nggak pas nyanyiin nada yang saya maksud. Dia bisa pas nyanyiin nada yang dia maksud. Tapi akhirnya nggak diambil, jadinya saya yang nyanyiin. Tapi begitu kena bagian dia, indah banget cara nyanyinya. Dan saat proses pembuatan syair idenya luar biasa.

Dan Lilly ini pemusik yang lain lagi. Selama saya hadir di situ, ia pandai menjaga suasana kerja tinggi terus. Ini pelajaran yang penting bagi saya.”

Noah melihat transformasi Iwan Fals dalam bermusik seperti apa?
Ariel: “Dari musik kayanya nggak banyak berubah ya. Maksudnya yang nggak banyak berubah itu visinya. Kalau dilihat dari karya yang dulu sampai sekarang meski ada perubahan dari sound tapi jiwanya tetap sama.”

Lukman: “Dari zaman nongkrong sama teman-teman, pasti lagu wajibnya ‘Yang Terlupakan’ dan ternyata sekarang bisa meng-arrange ulang lagu itu. Sesuatu yang nggak pernah disangka sama sekali. Bang Iwan sendiri karakter vokalnya semakin lama semakin bagus, semakin mengarah ke sempurna suaranya, sangat cocok dengan karakter lagunya.”

Bang Iwan telah melewati banyak genre, komedi, country dan segala macam. Sekarang sudah tetap di Pop Balad kah atau bagaimana?
“Saya kemarin baru beli EDM, hahaha sepertinya buat olahraga enak juga. Saya nggak pernah terkotak-kotak, yang penting saya nggak mengingkari hati nurani saya. Saya mainkan apa yang saya suka, nanti jadinya itu urusan pengamat lah. Saya hanya pelaku. Kalau ada bunyi yang enak saya bilang enak, kalau nggak pas saya nggak ambil.”

Pernah merasa bosan dalam bermusik?
“Pernah dong, pernah mengalami masa-masa itu. Bahkan stuck sampai 10 tahun. Mungkin setelah saya analisa karena terlalu banyak mikir, karena terlalu mikirin bisnisnya, macem-macem lah. Padahal sebagai musisi seharusnya main musik saja. Setelah saya menyadari itu, timbul lagi kegairahan bermusik. Dari main musik saja ternyata nggak ada habis-habisnya. Bukan cuma mikro tetapi ada makronya juga. Ada sesuatu yang luar biasa, ada mukjijat setiap harinya. Jadi harus ada kesadaran, gue pemusik, cuma bikin musik, bikin lagu.”

Pandangannya mengenai industri musik di era digital ini?
“Pasti ada plus dan minusnya. Bagaimana bisa hidup kalau diambilin terus nggak dibayar. Tapi kita nggak berhenti di situ. Alhamdulillah kita masih bisa main di pertunjukkan-pertunjukkan. Tapi kita percaya kok, walaupun orang nggak beli, nonton di YouTube itu kan bagian dari promosi juga. Tetapi nanti akan timbul juga musisi yang tangguh dari keadaan ini. Saya melihat media sebagai ajang tempat silaturahmi.

[teks @bartno | foto @philomimi]

LEAVE A REPLY