Memasuki tahun 2021, pandemi Covid-19 masih belum mereda. Meski, sejumlah langkah penanganan dan vaksinasi untuk penanggulangan Covid-19 terus diupayakan oleh Pemerintah. Tak dipungkiri, pandemi memukul berbagai kalangan. Dampaknya pun dirasakan sejumlah pihak, termasuk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Salah satunya yang dialami oleh Irma (48), seorang pelaku UMKM yang memproduksi perlengkapan bayi dan anak asal Bandung, Jawa Barat. Pandemi mengakibatkan turunnya angka penjualan produk perlengkapan bayi dan memaksa Irma harus memutar otak untuk berinovasi dan mencari peluang baru. Salah satunya dengan cara memproduksi masker kain yang kebutuhannya meningkat sejak masa pandemi Covid-19 ini.
“Akibat pandemi Covid-19, produksi dan penjualan produk memang sangat jelas penurunannya hampir 80 persen. Tahun 2016, berbekal modal terbatas, saya belajar otodidak dengan konsep Amati, Tiru dan Modifikasi (ATM). Tapi kalo masker, kami satu-satunya UMKM yang sudah punya SNI untuk produksi masker kain ”, kata Irma kepada IRadio Jakarta, Jumat (09/04).
Irma menjelaskan di masa pandemi Covid-19, faktor kualitas masker kain adalah hal yang utama. Istimewanya, selain memenuhi standar kesehatan, masker kain yang diproduksi Irma bersama empat pegawainya juga sudah mengantongi Sertifikat SNI 8914:2020. Sertifikat ini dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk produk tekstil dan kain. Sesuai persyaratan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), masker kain minimal terdiri dari dua lapis.
Keputusan untuk tetap menjaga kualitas dan standar ternyata berimbas pada pemesanan masker kain. Saat ini masker produksi Irma sudah memproduksi lebih dari 5 juta masker yang mendapatkan pesanan dari instansi pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan perusahaan swasta. Kesesuaian masker dengan persyaratan SNI, menjadikan produknya terjamin kualitas dan keamanannya.
Perempuan bernama lengkap Irma Retnandalas ini mengaku pernah mendapatkan tender dengan berbagai biaya tambahan lainnya. Kondisi ini, kata Irma, sangat berpengaruh pada biaya akhir produksi yang membuat dirinya sempat berfikir untuk merubah spek produk. Tidak hanya itu, terpaan lain juga datang dengan masuknya importir lewat marketplace yang harga jualnya lebih murah.
“Jika kami harus merubah spek yang tidak sesuai dengan SNI sama saja membohongi semua. Apalagi importir yang menjual barang lewat marketplace betul-betul memukul kami produsen dengan kategori UMKM, dimana harga produksi dalam negeri susah menandingi harga jual produk China lewat marketplace”, ujar perempuan pemilik usaha Baby Fynnsass ini.
Meski demikian, Irma tidak menyerah dan memilih bertahan dengan kualitas produk sesuai standar SNI. Untuk bertahan ditengah kesulitan ekonomi, dalam kesehariannya UMKM Baby Fynnsass milik Irma yang mendapat binaan dari Kantor Layanan Teknis Badan Standardisasi Nasional (KLT BSN) Jabar ini didukung oleh empat orang pegawai tetap.
Untuk proses produksi, seperti proses packing dan quality control, ia didukung 23 orang pekerja. Ada juga tenaga penjahit sebanyak 120 orang. Kesemuanya merupakan korban PHK pabrik akibat situasi ekonomi di masa pandemi Covid-19 yang tak kunjung melandai. Irma berharap, usahanya ini dapat membantu orang-orang yang terdampak pandemi.
“Ruangannya kecil hanya 90 meter persegi. Pekerja juga semua korban PHK” ujar Irma.
Sertifikat SNI untuk Masker Kain
Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN Nasrudin Irawan menjelaskan SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain merupakan SNI baru yang disusun oleh Komite Teknis 59-01 Tekstil dan Produk Tekstil. SNI ini dikeluarkan dalam rangka mendukung pencegahan penyebaran pandemi COVID-19 melalui penggunaan masker kain.
Dalam SNI 8914:2020, masker kain dibagi ke dalam tiga tipe, yaitu tipe A masker kain untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe C untuk filtrasi partikel.
Pengujian yang dilakukan terhadap masker tersebut diantaranya uji daya tembus udara dilakukan sesuai SNI 7648; uji daya serap dilakukan sesuai SNI 0279; uji tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, dan ludah; pengujian Zat warna azo karsinogen; serta aktivitas antibakteri.
Nasrudin menuturkan masker dari kain dikemas per satuan dengan cara dilipat dan/atau dibungkus dengan plastik. Terkait penandaan pada kemasan masker dari kain sekurang-kurangnya harus mencantumkan merek; negara pembuat; jenis serat setiap lapisan; anti bakteri, apabila melalui proses penyempurnaan anti bakteri; tahan air, apabila melalui proses penyempurnaan tahan air; pencantuman label “cuci sebelum dipakai”; petunjuk pencucian; serta tipe masker dari kain.
Masker kain perlu dicuci setelah pemakaian dan dapat dipakai berkali-kali. Diharapkan masker kain yang memenuhi standar SNI ini bisa mengatasi kebutuhan masker dimasa pandemi dan dapat melindungi keamanan masyarakat dalam mencegah penyebaran covid-19.
“Meski bisa dicuci dan dipakai kembali, masker kain sebaiknya tidak dipakai lebih dari empat jam, karena masker kain tidak seefektif masker medis dalam menyaring partikel, virus dan bakteri,” pungkas Nasrudin.
(teks pum|foto istimewa)