Ruang pingit merupakan salah satu saksi bisu RA Kartini dalam perjuanganya di Jepara. Selama masa hidupnya, pahlawan kebangkitan perempuan pribumi nusantara itu menulis segala pemikiran dan perasaannya di runagan pingit.
Berada di komplek dengan Pendopo Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, ruang pingit telah menjadi saksi sejarah bagi Indonesia. Kala itu, jika ingin melihat ruangan tersebut, setiap pengunjungnya harus melewati ruang kediaman yang dikhususkan untuk adipate pada masa penjajahan.
Pada bagian dinding luar dari kamar pingit kini kertas tembok yang bercorak dan terdapat lukisan besar potret diri RA Kartini. Terdapat juga lampu gantung atau chandelier yang bersinar menerangi ruangan yang berukuran 6×5 meter.
Selain itu terdapat sebuah ranjang kayu yang berukir tanpa kasur. Di ranjang tersebut, terdapat alat membatik, tempat jamu, dan beberapa lukisan. Ada juga meja belajar, almari dan beberapa lukisan besar yang digantung di dinding. Meski tidak ada kesan menyeramkan seperti dikemukakan oleh Kartini melalui tulisan tangan di surat-suratnya. Namun, makna ‘menyeramkan’ bisa menjadi bentuk rasa kekecewaannya karena tidak dapat melanjutkan sekolah dan ruang geraknya dibatasi.
Budayawan sekaligus Ketua Yayasan Indonesia mengatakan Kartini sudah berada di Pingit saat berusia 12 tahun. Saat itu Kartini sedang senang belajar, namun ayahnya yang bernama RM Adipati Aria Sosroningrat menentang dan memaksa Kartini harus menjalani tradisi pingitan sampai ada lelaki yang mau melamarnya.
Meskipun tidak bisa keluar dari pendopo, pemikirannya terus berkembang karena dia suka membaca. Kartini sendiri banyak mendapat suplai buku dari kakanya, Sosrokartono yang seorang cendikiawan. Hal inilah yang membentuk pemikiran perempuan kelahiran Mayong, 21 April 1979 tentang gagasannya mengenai emansipasi pendidikan bagi perempuan.
Baca Juga: Keberadaan Ikan Iblis Merah yang Merusak Ekosistem Danau Toba
Pada usia 24 tahun RA Kartini selesai menjalani tradisi pingitan, kemudian diperistri oleh Adipati Rembang bernama Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Kartini meninggal dunia setelah melahirkan anaknya yang pertama, Soesalit pada 17 September 1904.
Penulis: Fadia Syah Putranto