Perwakilan Bangsa-bangsa atau PBB mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang mengakui 12 kasus pelanggaran HAM berat. Lembaga ini menilai sikap Jokowi merupakan langkah panjang untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban.
“Kami menyambut baik pengakuan dan ungkapan penyesalan Presiden Joko Widodo atas 12 peristiwa sejarah pelanggaran HAM berat, termasuk penumpasan anti-Komunis 1965-1966, penembakan pengunjuk rasa 1982-1985, penghilangan paksa pada 1997 dan 1998, dan Insiden Wamena di Papua. pada tahun 2003,” ujar Juru Bicara PBB untuk Hak Asasi Manusia Liz Throssell dalam siaran pers, akhir pekan lalu.
BACA JUGA :Â PPHAM Bentukan Jokowi Sebut Tiga Penyebab Pelanggaran HAM Berat
Pengakuan Jokowi terhadap 12 pelanggaran HAM berat menyusul laporan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Non-Yudisial yang juga ditunjuk oleh Jokowi. Throssell berharap laporan ini akan dipublikasikan sehingga terjadi diskusi yang bermanfaat.
Ia mencatat sejumlah poin penting dari pernyataan Jokowi pekan lalu, di antaranya memastikan tak ada yang menghalangi tindakan hukum selanjutnya, serta komitmen untuk melakukan reformasi agar pelanggaran HAM tak kembali terjadi.
PBB pun mendesak pemerintah untuk memanfaatkan momentum ini dengan melakukan langkah-langkah nyata yang memajukan proses keadilan yang inklusif dan partisipatif. Pemerintah juga harus menjamin kebenaran, keadilan, reparasi, serta tidak terjadi kembali jatuhnya korban dan komunitas terdampak, termasuk kekerasan seksual terkait konflik.
“Proses keadilan transisi yang komprehensif akan membantu memutus siklus impunitas selama puluhan tahun, memajukan pemulihan nasional, dan memperkuat demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu. Hal itu disampaikannya setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023).
Jokowi menyatakan, sudah membaca secara seksama laporan tersebut.
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim PPHAM yang berat yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022. Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Jokowi.
Atas peristiwa itu, Jokowi mengaku menyesalkannya.
Pelanggaran HAM Berat
Berikut 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang diakui Kepala Negara:
- Peristiwa 1965-1966
- Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
- Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
- Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
- Peristiwa Wamena, Papua 2003
- Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Terkait hal ini, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah akan berusaha untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara adil dan bijaksana tanpa meniadakan penyelesaiaan secara yudisial.