Sebanyak 22 kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan sekolah dari mulai Januari hingga Mei 2023. Hal yang menghebohkan pelaku terbesarnya adalah guru.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat ada 202 anak yang menjadi korban kekerasan seksual sejak awal hingga pertengahan tahun 2023. Kekerasan seksual ini terjadi dalam satuan pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) maupun Kementerian Agama (Kemenag).
“Pelaku kekerasan seksual adalah orang-orang yang seharusnya dihormati dan melindungi para peserta didik selama berada di satuan pendidikan,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti dalam keterangannya.
Dalam data tersebut pelaku kekerasan tertinggi sebanyak 31,80 persen dilakukan oleh guru. Selanjutnya ada pemilik atau pimpinan pondok pesantren sebanyak 18,20 persen.
Kemudian pelaku kekerasan seksual dilakukan kepala sekolah sebanyak 13,63 persen, guru ngaji sebanyak 13,63 persen, pengasuh asrama atau pondok sebanyak 4,5 persen, kepala madrasah sebanyak 4,5 persen dan penjaga sekolah 4,5 persen.
“Dari 11 kasus tersebut, ada satu kasus kekerasan seksual terjadi di luar sekolah. Namun pihak sekolah melakukan dugaan kekerasan dengan ‘memaksa orang tua membuat surat pengunduran diri’ karena dianggap memalukan sekolah. Apalagi korban anak merupakan siswa dari keluarga tidak mampu dan merupakan korban rudapaksa delapan orang tetangganya di Banyumas,” jelas dia.
Beberapa alasan terjadinya kekerasan seksual di sekolah disebutkan seperti orang-orang memiliki empati rendah, dan keras lebih rentan melakukan kekerasan seksual di sekolah hingga normalisasi kekerasan seksual di level komunitas masyarakat.
Baca Juga: Terhitung Ada 70 juta Perokok di Indonesia, Terbanyak Ke-3 di Dunia
FSGI pun mendorong Kementerian PPPA terus menyosialisasikan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129 bagi korban kekerasan seksual.
“Hotline untuk melaporkan kekerasan seksual yang dialami dan mendorong pembentukan sekolah-sekolah ramah anak,” ujarnya.