Menteri Pendidikan, Abdul Mu’ti Siap Evaluasi Zonasi dan Kurikulum Merdeka di Tengah Polemik Publik

0
0
Source: muhammadiyah.or.id

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti berencana melakukan terobosan dalam kebijakan pendidikan Indonesia. Zonasi dan Kurikulum Merdeka menjadi dua isu hangat yang akan menjadi fokus evaluasi di awal masa jabatannya, menyusul berbagai pandangan dan kritik dari tokoh serta pakar pendidikan.

Setelah resmi menjabat, Mendikdasmen Abdul Mu’ti segera menghadapi dua polemik besar di sektor pendidikan, yakni sistem zonasi dan Kurikulum Merdeka. Kedua kebijakan tersebut menuai berbagai pandangan dari publik, pakar, dan tokoh nasional. Salah satu kritik tajam datang dari Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), yang menilai bahwa Kurikulum Merdeka tidak tepat untuk diterapkan secara nasional.

“Kurikulum Merdeka ini tidak cocok dilaksanakan secara nasional, bisa dilakukan terbatas pada satu atau dua sekolah,” ujar JK, sebagaimana dilansir dari detikNews pada Kamis (10/10/2024).

Kurikulum Merdeka, yang mulai diterapkan sejak Maret 2024 di seluruh Indonesia kecuali wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), dikritik karena dianggap terlalu cepat diimplementasikan tanpa mempertimbangkan kesiapan seluruh sekolah. Meski begitu, sejumlah pakar seperti Isa Anshori tetap memandang kurikulum ini sebagai upaya yang baik untuk memanusiakan pendidikan di Indonesia. Menurutnya, Kurikulum Merdeka seharusnya dilanjutkan dengan sejumlah perbaikan.

“Saya mendorong agar kurikulum ini disempurnakan, karena sistemnya memberikan kesempatan bagi guru untuk berkolaborasi dan lebih fokus pada siswa,” ujar Isa Anshori kepada detikJatim (22/10/2024).

Di sisi lain, sistem zonasi juga menjadi sorotan, terutama terkait praktik penggunaan alamat palsu oleh orang tua demi memasukkan anak ke sekolah favorit. Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai bahwa masalah ini muncul akibat kurangnya pemahaman pengambil kebijakan terhadap kondisi geografis dan sosial Indonesia. Ia menekankan bahwa pembuat sistem PPDB harus bertanggung jawab atas permasalahan ini.

Abdul Mu’ti sendiri berkomitmen untuk mendengarkan masukan dari para ahli, Pemerintah Daerah, hingga masyarakat sebelum mengambil langkah terkait zonasi dan Kurikulum Merdeka. Bagaimana nasib kedua kebijakan ini ke depannya? Masih banyak diskusi yang akan terjadi.