Menteri Yohana : Cegah Perkawinan Usia Anak

185
0

Jakarta (19/02) Untuk memenuhi hak dan melindungi semua anak Indonesia di era otonomi daerah, sejak tahun 2006 Kementerian PP dan PA telah merintis pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang direvitalisasi sejak tahun 2010 dengan 31 indikator di dalamnya. Salah satu dari 31 indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) tersebut adalah penurunan perkawinan anak. Upaya penurunan perkawinan anak ini merupakan tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat, media, dunia usaha, dan keluarga terutama para orang tua, dalam upaya besar memenuhi hak dan perlindungan bagi anak.

“Telah disebutkan dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Pada usia berapa? Definisi anak itu sendiri sudah jelas disebutkan dalam UU yang sama, yakni anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan,” tegas Menteri PP dan PA, Yohana Yembise, dalam rilisnya usai acara Promosi Pencegahan Perkawinan Usia Anak, di Jakarta.

Yohana kemudian menjelaskan bahwa perkawinan anak sangatlah merugikan kepentingan dan kesehatan anak. Dalam usianya, anak-anak masih berada dalam proses tumbuh kembang yang belum optimal, begitu pula dengan organ reproduksinya. Hasil kajian dari penelitian di Kanada dan Indonesia mengungkapkan bahwa usia rahim prima secara fisik berada pada usia di atas 20 tahun dan kurang dari 35 tahun.

“Oleh karena itu, tingginya angka perkawinan anak ini juga berkaitan erat dengan tingginya angka kematian ibu melahirkan (AKI), karena kehamilan pada usia anak mempunyai resiko medis yang cukup tinggi dikarenakan alat reproduksi yang belum cukup matang untuk melakukan fungsinya. AKI di Indonesia saat ini 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012), dan Indonesia sendiri telah menempati posisi yang paling tinggi AKI dan AKB nya jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya,”ungkap Yohana.

Untuk itu, Kementerian PP dan PA bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait, lembaga masyarakat, KPAI dan pakar anak telah menginisiasi menyusun kebijakan nasional tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, diperlukan Modul Pelatihan Pencegahan Perkawinan Anak. Salah satu masukan yang diterima KPP-PA adalah dari Plan International Indonesia yang berupa 2 Modul yaitu:1) Modul Pencegahan Perkawinan Anak bagi Fasilitator orang tua dan 2) modul Pencegahan Perkawinan Anak bagi Fasilitator Anak.

“Kedua modul tersebut masih perlu penelaahan lebih lanjut sebelum diimplementasikan. Untuk itu kami mengapresiasi kepada Plan International Indonesia yang telah bersinergi dengan kami untuk mewujudkan hal tersebut,” kata Yohana.

[teks/foto : @MarbunSaortua/Humas KPPA]

LEAVE A REPLY